Halo!

Setelah ngikutin serangkaian kegiatan untuk persiapan KKN, akhirnya peserta dibagi ke dalam empat tema yaitu infrastruktur, air, agroforestri, dan pendidikan yang semuanya akan mengabdi di kampung yang berbeda.

Baca empat parts sebelumnya KKN: Kenapa Harus Ikut? (Part 1)

Catatan: Teman-teman KKN bisa ngasih tau saya ya kalo ada yang nggak tepat, ingatan saya nggak bagus soalnya. 


Tema Infrastruktur

Pembagian tema ini berdasarkan minat peserta dan disesuaikan sama kebutuhan SDM, sebisa mungkin jumlah perempuan dan laki-laki diseimbangin. Saya bergabung dengan Tema Infrastruktur yang terdiri dari 12 perempuan dan 16 laki-laki.

Tema yang diketuai oleh Dewo (Planologi 16) ini punya beberapa tim, yaitu Sekjen (Zalza, Teknik Kelautan 16) dengan Sekretaris (Alifah, Rekayasa Kehutanan 16) dan Bendahara (Irfan, Teknik Mesin 16), Divisi Manajemen Personalia (Aldy, Teknik Mesin 16), Divisi Acara (Nita, Rekayasa Pertanian 16) dan Divisi Perancangan (Fathin, Teknik Sipil 16) yang ada di bawah komando Koordinator Lapangan (Dayat, Planologi 16), Divisi Humas (Alsa, Rekayasa Kehutanan 16), Divisi Publikasi dan Dokumentasi (Dea, Arsitektur 16), dan Divisi Logistik (Haris, Teknik Material 16).

Tim Perancangan

Saya ada di Divisi Perancangan. Dari kiri foto ada Ajie (Teknik Mesin 16), Asyifah (Teknik Sipil 16), Fathin (Teknik Sipil 16), saya, dan Kak Mamat (Arsitektur 16). Feel free to contact us.

Kami ngadain kumpul perdana di GKU Barat ITB buat kenalan. Kami juga ngundang tamu dari Pelita Muda ITB dan Pembinaan Anak-Anak Salman (PAS). Tamu dari Pelita Muda sharing tentang cara pedekate ke masyarakat dan ekspedisinya di wilayah 3T Indonesia yang super seru. Sedangkan tamu dari PAS sharing tentang cara pedekate ke anak kecil plus macam-macam tepuk yang super lucu.

Survei dan Pemetaan Lokasi

Lokasi KKN kami ditentuin panitia, yaitu Desa Cihea, Haurwangi, Cianjur. Lokasi ini dipilih karena dialiri sama anak Sungai Citarum dan KKN 2018 ini diarahkan bisa bantu pemerintah dalam Program Citarum Harum.

Para asisten dari masing-masing tema udah survei beberapa kali ke Desa Cihea buat nentuin kampung mana aja yang kira-kira butuh dan fisibel. Awalnya, Tema Infrastruktur diarahin buat bangun jembatan. Tapi ternyata kebanyakan kampung di sana belum punya MCK, jadi kalo buang air di atas kolam ikan dan kalo nyuci kadang di sungai. Terlebih lagi, pembangunan MCK ini bakal dukung banget Program Citarum Harum.

Saya ikut survei yang kedua kali dilakukan peserta. Saya, Nita, dan beberapa teman dari Tema Air ditempatkan di Kampung Sekbrak. Kami menginap di rumah Pak Ramlan (Ketua RT) selama tiga hari dua malam. Rencananya kampung ini bakal dijadikan lokasi KKN untuk Tema Infrastruktur karena kabarnya ada usulan dari warga buat renovasi madrasah atau bangun pos ronda.

Setelah ngobrol dengan Pak Ramlan, ternyata yang ngusulin renovasi madrasah itu adalah tokoh agama setempat yang punya bangunan itu buat tempat belajar ngaji. Sayangnya kami belum sempat ketemu beliau dan survei ke madrasah. Di sisi lain, lahan untuk MCK udah ada di samping masjid yang dihibahkan oleh tetua bernama Ki Omo.

Calon Lokasi MCK

Akhirnya kami memutuskan buat survei ke calon lokasi MCK dulu. Tanah di samping masjid cukup luas, dominan lempung, berumput, berbatu, dan cukup berair. Di dekat masjid juga ada tempat wudhu, air bersihnya berasal dari sumur dan mata air yang dipompa lalu ditampung di toren, sedangkan air kotornya dibuang ke saluran drainase yang nggak kedap air.

Menurut Pak Ramlan, Sekbrak nggak pernah kekeringan air seperti kampung lainnya. Air wudhu yang keluar dari toren pun nggak keruh. Jadi lah kami petain saluran irigasi sama elevasinya aja. Mulai dari ambil titik koordinat di calon lokasi MCK, terus ke atas ngikutin saluran irigasi.  Kami pakai GPS, jadi bisa tau profil alirannya juga. Lumayan terpakai lah ya belajar Pengantar Surveying hahaha.

Saluran irigasi di area sawah berupa pipa besar, sedangkan di area rumah warga berupa selang. Selang ini digunakan karena sifatnya yang fleksibel jadi lebih bisa ngikutin kontur tanah dan elastis jadi nggak akan pecah kalo sering terinjak. Di setiap beberapa meter di area sawah ini ada bangunan air yang berfungsi nampung air hujan. "Kalo lagi musim hujan, airnya penuh, Neng. Ngalirnya deras juga. Sekarang mah lagi dikit airnya, tapi alhamdulillah air di rumah warga ada terus," kata Pak Ramlan.

Tracking Saluran Irigasi

Besoknya, saya dan Haris pergi ke toko bangunan terdekat untuk survei. Ternyata definisi dekat itu hmm nggak dekat juga. Kami harus menempuh jalanan yang nggak rata selama hampir setengah jam. Dan satu-satunya akses menuju Sekbrak adalah jembatan gantung yang udah cukup tua dan hanya cukup untuk satu motor. "Kalo mau bangun rumah, kami harus siap ngorbanin satu motor, Neng," begitu kata Pak Ramlan. Bayangin dong bawa semen, batu, pasir, bata, genteng, dsb harus diangsur-angsur pakai motor.

Sesampainya di toko bangunan, kami ngenalin diri dan langsung nanya harga material yang kira-kira bakal dipakai buat konstruksi MCK. Saya jadi tau ukuran-ukuran baja tulangan, kayu, dan asbes yang dijual di pasaran; nama benda seperti knee, bend, kloster, dsb; dan jumlah yang biasanya dibutuhkan. Rasanya cupu banget, cuma bisa nanya sambil cengengesan nggak tau apa-apa.

Karena kegiatan KKN nggak hanya bangun sesuatu tapi harus ada kegiatan sosialnya, kami juga perlu tau tempat lapang yang fisibel buat dipakai orang sekampung. Akhirnya kami dapat izin buat pakai halaman rumah Pak Herman dan sawah kering Pak Agus (biasa dipanggil Pak Ekbang karena bekerja di bidang ekonomi dan pembangunan).

Kami juga ambil beberapa data teknis dan nonteknis lainnya dari hasil observasi dan wawancara. Untuk bikin desain MCK, contoh data yang penting itu misalnya jumlah kepala keluarga buat nentuin jumlah kebutuhan air bersih, distribusi rumah warga, kondisi fisik tanah dan kepemilikannya, dimensi lahan untuk MCK dan tangki septik, denah bangunan eksisting di sekitar lahan, fisibilitas saluran irigasi dan drainase, dsb. Biar hidup lebih mudah, siapkan logbook yang berisi daftar pertanyaan dan data yang perlu diambil selama survei.

Contoh logbook dari teman-teman Tema Air yang kami pakai itu isinya:

  • Data warga (nama, posisi, pekerjaan, deskripsi)
  • Peta mini kampung (kata anak Geodesi nggak bisa dibilang peta, tapi denah)
  • Daftar pertanyaan wawancara (kesehatan, pendidikan, sosial, sarana komunikasi, ekonomi, lingkungan, dll), data lainnya didapat dari observasi
  • Keadaan lingkungan (kondisi iklim dan cuaca, topografi, jenis tanah, potensi sumber daya, potensi bencana alam, sumber air, kualitas air)
  • Keadaan ekonomi (mayoritas pekerjaan, pendapatan per bulan)
  • Sarana dan prasarana (fasilitas air bersih, penanganan limbah cair dan padat, pengolahan sampah, transportasi dan waktu tempuh, sarana komunikasi, kesehatan, olahraga, kegiatan sosial, peribadatan, penerangan, pendidikan)
  • Sosial budaya (kegiatan gotong royong, karang taruna, pengajian, aktivitas, kebiasaan)
  • Potensi dan kebutuhan warga
  • Data SDM (jumlah kepala keluarga, jumlah MCK, jumlah rumah yang bisa ditinggali peserta KKN, bahasa sehari-hari)
  • Data desain (koordinat sumber air dan lahan potensial, dimensi lahan, sketsa kontur lahan, kondisi lahan, kondisi dan elevasi jalur transmisi air, debit irigasi)
  • Data kebutuhan operasional (estimasi kebutuhan tiap divisi, konsumsi harian, material bangunan, jumlah warga yang berpengalaman jadi tukang bangunan, kendaraan warga yang bisa dipinjam, rute jalan paling fisibel)
  • Temuan di lapangan

Desain MCK dan Konsultasi Dosen

Setelah diskusi, kami mutusin buat bangun MCK. Menurut kami, kebutuhan MCK lebih besar dibandingkan madrasah dan pos ronda. Bangunan madrasah itu masih bisa digunakan dan urgensinya nggak terlalu tinggi buat direnovasi, ditakutkan juga kalo nantinya malah muncul prasangka dari warga lain karena bangunan itu milik pribadi. Pos ronda diusulkan sama warga karena mereka suka nongkrong, tapi memang mereka udah ada rencana sendiri buat bangun pos ronda. Keduanya juga nggak berhubungan sama Citarum Harum.

Selain itu, karena Sekbrak nggak pernah kekurangan air dan airnya nggak keruh. Jadi lah kami mutusin buat fokus ke MCK, bukan pengadaan dan pengelolaan air bersih. Alhamdulillah pilihan Sekbrak ini memang pas buat Tema Infrastruktur. Kalo masalah air bersih dan air kotor mah diurusnya sama Tema Air aja yang kebanyakan isinya dari Teknik Lingkungan.

Dari hasil survei sebelumnya, Tim Perancangan harus bikin desain MCK buat dimasukin ke proposal, termasuk RAB dan jadwal. Bingung dong, kami belum pernah punya pengalaman desain, belum pernah belajar di kelas pula. Akhirnya, hal yang pertama kali saya lakukan adalah bikin denah dan dimensi MCK plus tangki septik di software autoCAD.

Dengan lahan yang terbatas dan jumlah warga yang cukup banyak, kami punya dua pilihan denah. Pertama: empat bilik dengan kloset dan ember. Kedua: tiga bilik dengan kloset dan bak mandi. Kami prefer pilihan pertama karena untuk mengimbangi jumlah warga, selain itu warga pun masih bisa mandi di rumah masing-masing. Sedangkan tempat cucinya kami rencanakan dari pelebaran tempat wudhu karena lahan yang ada udah nggak cukup kalo dibikin tempat cuci baru.

Oya saya lupa masukin tentang kelas yang diisi Pak Helmy (Dosen Teknik Lingkungan) ke KKN: Kelas Persiapan (Part 3). Beliau menjelaskan tentang SNI MCK Umum dan SNI Tangki Septik. Denah dan dimensi yang kami buat pun disesuaikan dengan SNI yang ada.


Denah MCK Pilihan Kedua (yang udah 3D)

Pengin bikin desain 3D tapi nggak pernah belajar software-nya. Mau bikin RAB tapi nggak tau apa aja yang dibutuhin. Mau bikin jadwal tapi nggak tau tahapnya apa aja. Merana. Saat itu menurut saya yang paling mungkin bisa saya bikin adalah RAB. Tanya-tanya lah saya ke beberapa kating, ternyata nggak cukup mencerahkan.

Katanya software Revit bisa estimasikan jumlah sumber daya yang diperlukan, jadi tinggal dikalikan harga satuan. Saya minta tolong ke beberapa teman Arsitektur yang belajar pakai Revit, tapi ternyata belum bisa.

Lalu saya googling dan ketemu Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP). Udah ada peraturan AHSP yang nentuin indeks buat setiap sumber daya manusia, material, dan alat yang dibutuhin di setiap jenis pekerjaan. Indeks ini sebenarnya semacam persentase sumber daya yang dibutuhin per volume pekerjaan. Indeks itu dikalikan dengan volume yang didapat dari dimensi bangunan. Hasilnya lalu dikalikan dengan biaya atau harga satuannya, didapatlah jumlah harga untuk satu jenis pekerjaan. Masing-masing harga satuan itu sebelumnya udah kami kalikan dengan safety factor dari hasil survei harga. 

Kalo jadwal, kami bikin bar chart. Pertama bikin daftar pekerjaan misalnya pekerjaan persiapan, pekerjaan tanah, pekerjaan pasangan pondasi, pekerjaan beton bertulang, pekerjaan dinding, pekerjaan atap, dsb yang masing-masing punya rincian jenis pekerjaannya lagi. Lalu tentukan lama waktu tiap pekerjaan, tentukan urutannya sekalian pekerjaan apa aja yang bisa paralel, tapi tetap pertimbangkan jumlah SDM yang ada per hari.

Setelah belajar Manajemen Konstruksi, saya baru tau ternyata harusnya kami tetapin desain dulu sampai detail, baru bikin spesifikasi teknis termasuk work breakdown structure, quantity takeoff, analisis harga satuan, alokasi sumber daya, durasi pekerjaan dan penjadwalan, serta RAB. Insyaallah pankapan saya share penjelasan lebih lengkapnya.
Kami dan teman-teman Tema Air sempat konsultasi ke Pak Hernawan (Dosen Teknik Sipil). Beliau lebih banyak menjelaskan tentang transmisi air karena memang beliau fokus di Kelompok Keahlian Sumber Daya Air. Dari hasil survei, ada salah satu kampung yang kurang kooperatif. Menurut beliau, kalo memang mereka merasa nggak butuh MCK, lebih baik kami nggak adakan KKN di sana daripada maksa dan malah nimbulin masalah.

Kami juga konsultasi ke Pak Helmy tentang denah dan dimensi yang kami buat. Kami diskusi tentang filter tangki septik dan kapasitas toren. Beliau juga bilang kalo ngitung jumlah pengguna MCK buat nentuin jumlah bilik itu jangan pakai jumlah warga, tapi jumlah warga yang kira-kira bakal sering pakai MCK. Akhirnya kami memutuskan pakai pilihan kedua. "Kalo pakai ember namanya bukan kamar mandi dong, sempit juga buat mandi. Masa nanti jadinya CK (cuci-kakus) doang."

Denah dan RAB ini kami ajukan ke Lembaga Kemahasiswaan (LK). Saya lupa deh, Pak Sony (Sekretaris Lembaga Bidang Nonkurikuler dan Kemasyarakatan) atau Pak Sandro (Ketua LK) saat itu menyetujui apa yang kami ajukan. Dengan catatan, dinding yang digunakan nggak boleh sepenuhnya terbuat dari bata biar hemat, tapi nggak boleh pakai asbes juga karena beracun.

Lalu tiba-tiba muncul lah mahasiswa Arsitektur tingkat akhir, Kak Mamat. "Ada yang bisa saya bantu? Kebetulan saya pernah desain MCK buat desa binaan IMA-G." Dalam hati saya, ya Allah kaaak kenapa nggak dari dulu munculnya, nunggu kami pusing dulu ya. Lega deh akhirnya kami punya desain yang lebih visual. Kami pakai anyaman bambu buat setengah dindingnya, kebetulan mayoritas rumah warga di sana juga berdinding anyaman bambu.


Desain MCK Sekbrak

FGD dan Pemetaan Sosial

Tujuan focused group discussion (FGD) kali ini buat fiksasi kegiatan KKN dan sosialisasi desain MCK. Karena kami yang ngadain FGD ini, kami bawa beberapa makanan ringan sama air mineral. Banyak warga yang datang walaupun malu-malu jadi duduknya di luar. Di sana juga hadir Pak Ramlan, Pak Ekbang, Ki Omo, dan tokoh agama.

Kami menjelaskan kenapa akhirnya kami pilih buat bangun MCK di sana. Alhamdulillah warga termasuk si bapak tokoh agama nggak keberatan dan menerima kami dengan baik. Tim perancangan juga menjelaskan desain yang udah dibuat, warga pun setuju. Di sini kami juga mutusin nggak jadi perlebar tempat wudhu karena bakal ngurangin halaman rumah Ki Omo yang ternyata biasanya dipakai buat jemur beras.

Selanjutnya kami diskusi tentang rumah warga yang bisa nampung peserta KKN dan teknis makanan sehari-hari: dimasakin warga (manja banget hahaha) atau masak sendiri dan boleh pinjam dapur beserta alat-alatnya, di mana dan gimana belanja bahan makanannya, dsb.


FGD dengan Warga Sekbrak

Pak Ekbang juga ngasih saran biar ada warga (bukan beliau) yang memang punya pengalaman bangun rumah diberikan tanggung jawab khusus buat jadi semacam mandor. Gimana pun juga, warga pasti kerja pagi sampai sore dan nggak mungkin kami paksa mereka semua buat bangun MCK terus. Di sisi lain, kami juga nggak punya skill di lapangan.

Di akhir FGD, Pak Ekbang mewakili warga ngucapin banyak terima kasih, padahal kami yang bakal dapat banyak ilmu. Beliau juga minta tolong kami buat ngasih motivasi pendidikan ke adik-adik di Sekbrak, dengan mata yang berkaca-kaca. Ah kami bersyukur sekali KKN di tempat yang warganya super baik dan kooperatif.

Baca lanjutannya di KKN: Lika-Liku Konstruksi (Part 6)

Tunggu parts selanjutnya ya.
Sampai jumpa!