Nggak berasa banget udah 21 di tanggal 21. Keluarga saya nggak pernah merayakan ulang taun pakai kue tart terus tiup lilin. Cukup dengan ucapan selamat tanda kami ingat (tapi terkadang kami lupa), serta nasihat dan doa yang sebenarnya juga selalu ada.
That's why saya jarang banget ngucapin selamat-ulang-taun-semoga-panjang-umur ke teman-teman, walaupun hanya di media sosial. Bukannya nggak mau ngucapin apalagi nggak ngehargain, cuma nggak terbiasa aja. Atau ucapan-ucapan lain yang saya rasa nggak perlu saya tulis lagi kalo udah ada yang nulis. Ucapannya udah terwakili sama yang lain, saya cukup doakan dalam hati.
Catatan: Ain't in line with me? Doesn't matter.
Oya makasih banyak yang udah ngucapin dan doain saya, semoga doanya terkabulkan untuk saya dan kalian. Saya senang dapat banyak ucapan, padahal saya jarang ngasih ucapan. Hehehe.
Dewasa
Tiap orang punya definisi dan persepsi masing-masing tentang sifat dewasa dan childish ini. Bagi saya, menjadi dewasa itu artinya:- Mengerti diri sendiri
- Bisa mengayomi orang lain
- Bisa bedain benar-salah dan mau akui kesalahan
- Bisa ambil keputusan
- Bisa pecahin masalah
- Bisa dan mau mengerti orang yang berbeda darinya, mau klarifikasi sebelum menilai
- Nggak sering ngambek
- Nggak banyak ngeluh dan protes
- Nggak gampang terpancing emosi dan hoax
- Nggak dikit-dikit curhat
- Nggak egois
Mengerti Diri Sendiri
At this age, I often feel like very self-critical, "Kenapa sih aku dikit-dikit ngambek? Kenapa sih aku lebay? Kenapa sih aku childish banget?"
Urban Dictionary: Childish is to act with qualities of a child. Most often considered negative, however, children also have positive qualities. Therefor, childish can be positive such as cute, whimsical, and playful. It can also be neutral. Somebody who curls up at night with a stuffed animal is childish, but this is not the least bit negative.
Okay, at least, childish is positive since it is cute. Meh.
Mengayomi
Mungkin saya terlihat bisa mengayomi beberapa orang, menjadi "kakak" di beberapa situasi. Tapi sejujurnya saya masih merasa gagal menjadi kakak sungguhan yang baik untuk kedua adik saya sendiri. Saya masih pengin diayomi aja. Pengin disayang-sayang, hidup damai, tanpa beban.Bedain Benar-Salah dan Akui Kesalahan
Kadang jadi abu-abu saat saya melibatkan perasaan. Atau kadang malah saya udah tau kalo itu salah, tapi masih cari pembenaran. Atau sebenarnya di dunia ini memang nggak ada hitam atau putih, jadi semuanya abu-abu?
Saya masih belajar buat biasain introspeksi diri dan akui kesalahan. Berat dan gengsi memang buat akui kesalahan. Tapi gelisah nggak sih kalo nggak ngaku? Yah di beberapa kasus, saya juga masih keras kepala nggak merasa bersalah tapi tetap disalahkan. Ya udah lah, berdamai aja walau sama-sama nggak merasa bersalah.
Neither do I understand why I'm afraid of adult conversations. Mungkin rasa sungkan dan nggak enakan saya masih tinggi. But hey, I'm on my way trying to do so. Dan saya rasa saya udah cukup berhasil.
Nah, tapi bakal lebih damai lagi kalo kita mau memahami orang itu, mau cari tau dulu kenapa dia bisa begitu. Rasanya lega aja kalo mikirnya positif. Kalo nggak suka sama apa yang orang lain lakukan? Jangan sampai jadi nggak mau berteman sama dia, jangan anti.
Saya itu paling nggak suka sama kata kasar, rokok, dan nyontek. Sebal banget dengar dan liatnya. IH. But who am I to judge? Ya udah gitu, saya nggak akan menjauhi orangnya. Cara saya beradaptasi dengan lingkungan baru yang beda dengan prinsip saya: berteman ya berteman aja, nggak usah ikutan kalo nggak sesuai. Itu cara saya ya.
Sayangnya saya masih belum bisa mengajak orang lain untuk nggak ngomong kasar, ngerokok, dan nyontek. Sungkan rasanya, apalagi kalo saya nggak tau seluk-beluknya orang itu. Kecuali sahabat saya. Karena saya tau dia juga nggak mau terbiasa ngomong kasar apalagi "keseret" ikutan ngerokok dan nyontek, ya saya ingetin terus. Saya pelototin aja kalo keceplosan ngomong kasar, saya share postingan tentang bahaya-bahaya rokok, dan saya ingetin tentang bahaya laten korupsi hahaha.
Astaga, saya childish banget dong.
Yah boleh lah punya tuntutan dan target buat diri sendiri biar jadi lebih baik. But don't press your self too much. Appreciate for what you have done so far.
"I'm the one I should love in this world
Ambil Keputusan
Sesederhana pilih beli baju atau rok aja, saya masih bingung terus bolak-balik ke tokonya. Sesederhana mau makan di mana aja, masih lempar-lemparan sama teman sambil bilang, "Terserah kamu, aku ngikut aja."
Kemampuan ambil keputusan ini bisa dilatih kalo kita sering terlibat di organisasi atau kepanitiaan. Misalnya jadi ketua divisi acara atau koordinator lapangan, tau kan betapa dinamis dan keosnya hari-H acara. Di sana kita dituntut buat ambil keputusan dengan cepat dan tepat. Engrossing! Yaa kalo ambil keputusan beli apa dan makan di mana kan nggak ada tuntutan. Heu.
Selesaikan Masalah
Alhamdulillah saya lahir di keluarga yang baik-baik aja. Saya nggak terbiasa dengan masalah, sehingga nggak ada yang "menuntut" saya buat bersikap dewasa sejak kecil. Di usia yang sama, wajar aja orang-orang punya tingkat kedewasaan yang berbeda dalam menghadapi masalah, karena kita pun punya lingkungan yang berbeda. Sounds defending?Adult Conversations |
Mengerti Orang Lain dan Klarifikasi
Sedang saya usahakan. Dulu saya hidup damai dengan nggak peduli sama orang lain, terserah mereka mau jungkir balik juga bodo amat. Karena nggak peduli juga, jadi kadang saya suka judge orang lain yang punya prinsip berbeda dari saya. Menurut saya, kalo judging itu cukup di dalam hati aja atau kalo mau komentar pedas jangan sampai terdengar sama orang yang bersangkutan dan bikin sakit hati.Nah, tapi bakal lebih damai lagi kalo kita mau memahami orang itu, mau cari tau dulu kenapa dia bisa begitu. Rasanya lega aja kalo mikirnya positif. Kalo nggak suka sama apa yang orang lain lakukan? Jangan sampai jadi nggak mau berteman sama dia, jangan anti.
Saya itu paling nggak suka sama kata kasar, rokok, dan nyontek. Sebal banget dengar dan liatnya. IH. But who am I to judge? Ya udah gitu, saya nggak akan menjauhi orangnya. Cara saya beradaptasi dengan lingkungan baru yang beda dengan prinsip saya: berteman ya berteman aja, nggak usah ikutan kalo nggak sesuai. Itu cara saya ya.
Sayangnya saya masih belum bisa mengajak orang lain untuk nggak ngomong kasar, ngerokok, dan nyontek. Sungkan rasanya, apalagi kalo saya nggak tau seluk-beluknya orang itu. Kecuali sahabat saya. Karena saya tau dia juga nggak mau terbiasa ngomong kasar apalagi "keseret" ikutan ngerokok dan nyontek, ya saya ingetin terus. Saya pelototin aja kalo keceplosan ngomong kasar, saya share postingan tentang bahaya-bahaya rokok, dan saya ingetin tentang bahaya laten korupsi hahaha.
Don'ts and Childish
Nggak sering ngambek, nggak banyak ngeluh dan protes, nggak gampang terpancing emosi dan hoax, nggak dikit-dikit curhat, nggak egois, dan nggak-nggak lainnya. Why are there sooo many don'ts? Mungkin negasi dari nggak-nggak itu lah definisi childish bagi saya.Astaga, saya childish banget dong.
Once a gracious friend of mine told me, "Menjadi dewasa itu bukan berarti menghilangkan sifat childish, tapi bagaimana kita bisa mengontrol sifat tersebut." Kata dia, selamanya orang bakal punya sifat itu. Yaa mungkin juga sih ada beberapa yang nggak merasa begitu.
Kalo dipikir, benar juga ya. Bapak masih suka ngambek kalo ditinggal Umi, jadi saya suka rebutan sama Bapak. Saya maunya dijenguk lama sama Umi, Bapak maunya Umi segera pulang. Tapi sukanya ngode gitu, nggak mau ngaku kalo kangen Umi. Hahaha. Yea so cute and I'm entertained watching it. Nggak jarang juga gengsi Bapak tinggi banget, nggak mau disalahin gitu. Aih. Gemes ih sama Bapak.
Saya jadi sadar, saya nggak harus hilangin sifat-sifat itu, karena pada dasarnya itu juga sifat manusia. It's okay to act so, tapi jangan dijadikan pembelaan akhirnya keterusan. Jadi isunya adalah childishness management, kapan dan di mana kita bisa bersikap begitu. Bukannya orang dewasa nggak boleh ini-itu loh ya, cuma jadi nggak pas kalo kebanyakan ini-itu.
Stuck? Deal with It
Rasanya saya nggak pernah berkembang sejak SMP. Rasanya yaa gini-gini aja. Saya jadi suka nanya ke diri sendiri, "Kapan sih Dil, kamu dewasa?" dan berujung pada sedih di kamar seharian. Terus scrolling Instagram. Terus liat orang-orang yang produktif, yang lagi menebar manfaat, yang udah ke mana-mana, yang udah mencapai goals-nya, yang terlihat bahagia, dsb.
Meanwhile, I'm stuck here. Takut kalo saya sampai stres gara-gara nggak menghargai dan percaya diri, makanya saya ngeblog. Alasan lain kenapa saya mulai ngeblog: Dila Ngeblog?
Barusan saya ditelpon Bapak dan dikasih ucapan, "Selamat bertambah umur, semoga lebih dekat dengan Allah dan menjadi bermanfaat." Saya berharap semua sharing saya di blog ini ada yang bisa diambil, bisa bermanfaat, walau mungkin hanya untuk beberapa orang.
"Nikmati dan syukuri segala cerita dalam perjalanan hidup ini sebagai proses belajar yang akan menjadi bekal untuk melalui etape hidup berikutnya," nasihat Umi kemarin for her 21 yo daughter. Timing-nya pas banget sih saya dapat reminder ini saat saya merasa gabut sampai down. Memang ya intuisi seorang ibu itu kuat.
Saya juga dapat ucapan template setiap taun dari sahabat saya, "Selamat bertambah tua, semoga menjadi pribadi yang lebih baik." Yes, I do improve my self as you do. Salah satu alasan saya improve diri: Kapan Nikah, Dil?
Yah boleh lah punya tuntutan dan target buat diri sendiri biar jadi lebih baik. But don't press your self too much. Appreciate for what you have done so far.
Shining me, precious soul of mine
I finally realized, so I love me
Not so perfect but so beautiful
I'm the one I should love" Epiphany, BTS.
I finally realized, so I love me
Not so perfect but so beautiful
I'm the one I should love" Epiphany, BTS.
Stay positive. Love your self. You define your maturity. Don't let people do. Cheers!
Selamat berproses dan berprogres ya, diriku.
Selamat berproses dan berprogres ya, diriku.
0 Comments